Thursday, June 22, 2017

Tipe-Tipe Belajar menurut Robert M. Gagne

Promoteus, seorang pemuda jiwa muda. Dirinya selalu aktif dalam group olahraga, misalnya saja Futsal maupun Basket. Namun ketika Promoteus pulang sekolah. Dirinya merasa tidak semangat akan apa yang akan dirinya pelajari saat ini. Belajar dengan kamar tertutup, dan baca buku merupakan hal yang menjengkelkan dalam hidupnya. Sehingga dirinya selalu mendapatkan peringkat bawah dalam rata-rata kelas. Apakah yang salah dengan dirinya?

Setelah dirinya mencoba berbagai metode baru yang dia lakukan. Mulai dari cara bergabung dengan teman. Mulai mengikuti kursus, maupun berusaha mencari tahu apa penyebab dirinya mulai tidak mendapatkan peringkat bagus dari kelas. Lama-kelamaan dirinya mulai nyaman akan yang telah dia lakukan. Pelahan namun pasti dirinya mulai menemukan tipe belajar yang Promoteus inginkan.

Belajar adalah hal yang terbaik. © wikiindo.com
Dari sebuah penggambaran diatas, kita mengerti bahwa setiap orang tidak bisa dipaksakan untuk belajar pada satu tipe saja. Misalnya harus ikut aturan ini, ikuti aturan itu, dan lain-lain. Sehingga bukannya belajar tambah senang, melainkan tambah beban dan membelenggu pada setiap manusia.

Setelah kita mempelajari tipe-tipe belajar yang didasarkan 3 aspek indra manusia, kini kita lebih belajar dan mengenal lebih dalam mengenai tipe belajar yang dijabarkan oleh seorang ahli bernama Robert M. Gagne. Mari kita simak artikel berikut :

Pengertian dari Belajar

Robert M. Gagne sendiri mengemukankan bahwa belajar merupakan perubahan terus meenrus dalam kemampuan manusia. Perubahan ini sendiri terjadi bukan hanya disebabkan oleh pertumbuhan saja. Melainkan terdapatnya situasi stimulus bersama dengan rasangan dan mengisi ingatannya. Stimulus ini mendorong sendiri mendorong siswa bertindak sesuatu stimulasi yang diberikan.

Menurut beliau, belajar sendiri dipengaruhi oleh faktor dalam diri dan luar siswa. Keduanya saling berhubungan. Sehingga komponen belajar menurut Gagne sendiri digambarkan sebagai S - R. S ialah Stimulus atau sering disebut aksi. Sedangkan R merupakan Respons atau Reaksi. S - R ini sendiri selalu terikat akan satu dengan lainnya melalui sistem alat saraf di mana. Stimulus sebagai input sedangkan Respons sebagai output dari apa yang telah di impulskan.

Tipe-Tipe Belajar Menurut Robert M. Gagne

Setiap pola dan tipe belajar merupakan suatu strategi agar mendapatkan informasi dengan benar dan sehat. Oleh pendekatan yang dilakukan Robert M. Gagne dengan sistem S-Rnya. Sehingga beliau membagi tipe-tipe belajar dalam 8 tipe, serta terdapatnya hierarkinya yang semakin tinggi. Tipe-tipe tersebut ialah :
  1. Signal (belajar isyarat)
  2. Stimulus-Response learning (belajar stimupons)
  3. Chaining (Rantai / Rangkaian)
  4. Verbal Association (Asosiasi Verbal)
  5. Discrimination Learning (Belajar Diskriminasi)
  6. Concept Learning (Belajar Konsep)
  7. Rule Learning (Belajar Aturan)
  8. Problem Solving (Memecahkan Masalah)
Kedelapan tipe ini pun bertingkat, serta ada hierarki masing-masing. Sehingga setiap tipe akan meningkat dimulai singal sampai hierarki akhir berupa problem solving. Setiap tipe belajar sendiri merupakan prasyarat untuk mendapatkan tipe belajar tingkat atas lainnya.  Sehingga pada hakekatnya, Gagne mengemukakan prinsip umum dalam belajar, baik itu mengajar maupun membimbingnya. Sehingga dalam melakukan pengajaran dan bimbingan dari tingkatan terbawah, mulai dari singal ke problem solving agar mendapatkan siswa.

Belajar Tipe 1: Signal Learning (Belajar Isyarat)

Sesuai dengan hierarki yang ada, belajar isyarat merupakan paling dasar dan tahap pertama. Sinal learning sendiri diartikan pengusaan dasar-dasar suatu pola dan perilaku yang bersifat involuntary (tidak disengajai, dibawah alam sadar, tanpa tujuan). Sehingga lebih sering berperilaku pada aspe emosional. Salah satu caranya pada singal Learning ialah stimulus (singal) secara bersamaan serta merangkan suatu respons berulang-ulang. Dimana sifat dari respons ini bersifat umum dan segala emosional timbul tidak disengajai atau tidak dapat dikuasai pula.

Contoh jika kita melihat bahwa ular itu mengerikan, maka respon kitapun akan beragam, mulai dari kabur, melawan, maupun takut akan ular tersebut. Jika kita melihat wanita dan menimbulkan rasa senang. Selain itu pula, tanpa kita sadari bahwa kita juga melakukannya secara spontan. Misalnya jika kita menutup mulut dengan telunjuk, menunjukan respons diam. Melambaikan tangan saat orang pergi, menunjukan respons sampai jumpa. dan lain-lain. Sehingga belajar semacam ini yang dinamakan belajar isyarat yang juga merupakan dasar pembelajaran berikutnya.

Belajar Tipe 2: Stimulus-Respons Learning (Belajar Stimulus­-respon)

Merupakan Teknik berikutnya yang memberikan respon yang tepat terhadap suatu stimulus diberikan. Sehingga pembelajaran tingkat inipun seorang dapat merespons suatu stimulus dengan tepat. Reaksi yang tepat diberikan penguatan (reinforcement) sehingga terbentuk perilaku tertentu (shaping). Misalnya jika kita mengajari seekor Anjing. Kita aba-aba "Lompat", binatang ini pasti akan lompat. Jika kita katakan "kasih tangan" atau "salam", jelas dia akan berusaha memberikan salam. Demikian juga pada tahapan manusia. Jika kita suruh antri, maka akan demikian antri. Sehingga dalam metode ini anak telah belajar untuk memberikan respons yang sesuai stimulus yang ada.

Belajar Tipe 3: Chaining (Rantai atau Rangkaian)

Merupakan suatu tipe tingkatan selanjutnya dimana tingkah laku berupa chain yang artinya saling merantai"Chaining". Sehingga teknik ini merupakan salah satu teknik dimana menghubungkan satu ikatan S-R ke ikatan yang lain, Kondisis ini berlangsung saat belajar dengan lain. Sehingga dalam satu ikatan berlangsung hubungan Stimulus-Respons. Kondisi peserta didik yang satu ini harus berlangsung secara berikatan. Secara internal sendiri, anak-anak harus menguasai poa satuan S-R, baik secara psikomotorik maupun verbal. Serta prinsip kesinambungan, pengulangan, dan reinforcement yang penting, Sehingga terbentuknya proses chaining. Sehingga rangkain Chaining harus bersifat segera dilakukan. Sehingga hal inipun terjadi secara motorik.

Contoh dari hal ini ialah terdapat pada bahasa sehari-hari, seperti "bapak ibu", "Selamat datang", selamat tinggal", dan "Kampung halaman." Selain itu dalam tindakan kita juga bisa terjadi, saat pulang sekolah/kantor, kita langsung ganti baju, makan, mandi.

Belajar Tipe 4. Verbal Association (Asosiasi Verbal)

Tingkatan berikutnya ialah bagaimana seorang perserta didik dapat menghubungkan suatu kata dengan suatu obyek yang ada disekitar. Berupa benda, orang, maupun kejadian dengan sejumlah kata dalam urutan yang tepat. Sehingga salah satu contoh sederhana ialah. Contoh suatu bentuk yang diperlihatkan pada seorang anak bahwa bentuk geografisnya ialah kotak, maka anak itu langsung dapat mengatakan "bujursangkat", atau dia akan mengatakan "kotak itu milik saya" bila dilihatnya kerdus Sehingga hubungan ini terbentuk dengan lingkungan yang ada.

Belajar Tipe 5: Discrimination Learning (Belajar Diskriminasi)

Tingkatan belajar berikutnya terjadia pada reaksi berbeda-beda dengan stimulus yang mempunyai kesamaan. Sehingga dalam pross ini, sebuah tipe belajar yang membedakan satu dengan lainnya. Sehingga setiap pelajar akan menyeleksi dan menguji antara perangsa / sejumlah stimulus yang diterimanya, sehingga dirinya akan memilih respons yang tepat. Sehingga pada tahapan ini, pelajar telah memahami tipe belajar chaining dan association.

Contoh yang sering terjadi pada kehidupan ialah seorang anak mulai mengenal berbagai merek mobil, walaupun hanya tampak mobil itu banyak. Demikian juga guru yang mengenal karakter setiap peserta didiknya. Selain itu pula pelajar akan mulai mempelajari berbagai jenis tumbuhan, hewan, warna, benda, maupun manusia disekitarnya

Belajar Tipe 6: Concept Learning (Belajar Konsep)

Sebuah konsep sederhana dimana peserta didik telah menempatkan beberapa obyek-obyek stimulus dan membuat suatu konsep belajar tertentu. Misalnya saat belajar pertama kali, kita belajar mengonsep suatu lingkaran dan menghubungkan antara stimulus-respon ke dalam konsep sehingga terdapat suatu pengertian.

Stimulus-Respons ini sendiri memiliki kesamaan atau ciri-ciri sama dalam sekumpulan stimulus sehingga membentuk suatu pengertian dan konsep. Sehingga setiap pembelajaran yang telah dibentuk maupun telah dipelajari  Sehingga dalam tahapan ini siswa -siswi telah memahami konsep belajar diskriminasi dan proses berpikir yang fudamental atau mendasar.

Tipe 7: Rule Learning (Belajar Aturan)

Rule Learning sendiri berarti belajar dengan membuat generalisasi, dalil, hukum, maupun kaidah-kadiah. Tingkatan ini sendiri peserta didik telah menggabungkan beberapa konsep yang sama maupun saling berkatian dalam bentuk suatu hukum, dalil, maupun kaidah yang tepat. Sehingga dalam proses ini diperlukan logika-logika formal(deduktif, induktif, sintesis, asosiasi, diferensiasi, komparasi, dan kausalitas).

Contoh sederhana saja sebuah rumus perkalian misalnya, 6 x 2 = 2 x 6, sehingga terbentuk aturan dan hukum dalam matematika bahwa seorang matematikawan dengan dalil / hukum komutatif. Hukum ini berarti a x b = b x a. Selain itu pula jika kita membuat berbagai jenis segitga, baik itu sembarang, lancip, tumpul, dan siku-siku. jika kita jumlah seluruh sudut dalam segitiga ialah 180 derajat. Sehingga terbentuknya dalil diciptakan oleh Matematikawan Euclid. Tujuan terciptanya dalil / hukum ialah agar mempermudah hidup.

Belajar Tipe 8: Problem Solving (Pemecahan Masalah)

Problem Solving / Memecahkan masalah merupakan tingkatan teratas dalam suatu mempelajaran dengan merumuskan dan mengatasi sautu masalah, memberikan respons pada rangsangan yang mengilustrasikan maupun menaikan situasi problem, sehingga peserta didik melakukan berbagai kaidah yang dikuasainya untuk memecahkannya. Dalam tipe ini, peserta didik telah mencapai tipe maupun tingkatan belajar yang tinggi dan lebih tinggi.

Pasa situasi problem solving ini, peserta didik diberi suatu tantangan dimaan dirinya menyadari akan masalah yangdihadapi. Menimbulkan suatu keraguan, kesulitan, maupun penuh akan kebimbangan akan adanya masalah yang dihadapi, sehingga mereka merumuskan, mencari tahu, mencari solusi, dan berusaha memecahkan masalah yang ada. Contoh dalah kehidupan sekolah ialah matematika, Matematika sendiri penuh akan dalil, hukum, dan memecahkan suatu permasalahan. Suatu rumus misalnya ax2+ bx + c = 0. Siswa akan memilih keterampilan melengkapkan kuadrat tiga suku dan menerapkan keterampilan dalam cara yang tepat untuk menurunkan rumus kuadrat, dengan melaksanakan petunjuk dari guru.

Kesimpulan

Setiap dari kita akan tahu namanya belajar, Belajar sendiri merupakan suatu proses yang sangat panjang, bahkan dalam mendapatkan konsep maupun memahami suatu materi. Belajar adalah proses panjang demi memecahkan suatu permasalahan yang ada dalam kehidupan. Mulai dari menirukan suatu stimulus dan memberikan respons sederhana hingga suatu siswa dapat memecahkan suatu permsalahan. Proses inilah diperlukan niatan tinggi agar kelak nanti belajar akan memberikan manfaat luar biasa dalam kehidupan.

SUMBER :
cecepkustandi.wordpress.com
Gambar :
wikiindo.com